Pengantar Psikologi Kesehatan


Psikologi kesehatan adalah bagian dari psikologi klinis, yang memfokuskan pada kajian dan fungsi kesehatan individu terhadap diri dan lingkungannya, termasuk penyebab dan faktor-faktor yang terkait dengan problematika kesehatan individu.
Psikologi Kesehatan menurut Matarazzo (1980, dalam Ogden: 1996) adalah suatu agregat dari specific educational, dan kontribusi scientific professional, dari disiplin psikologi, untuk memajukan atau memelihara  kesehatan, termasuk juga didalamnya penanganan penyakit dan aspek-aspek lain yang terkait dengannya.
Tujuan
Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial stress.
Secara lebih operasional, psikologi kesehatan dapat dimanfaatkan untuk :
  • Mengevaluasi tingkah laku dalam etiologi penyakit 
  • Memprediksi tingkah laku tidak sehat
  • Memahami peran psikologi dalam experience of illness 
  • Mengevaluasi peran psikologi dalam treatmen
  • Selain itu, teori-teori psikologi juga dapat dimanfaatkan dalam mempromosikan tingkah laku sehat dan mencegah sakit/munculnya penyakit dalam skala individu maupun yang lebih luas (kelompok, komunitas maupun masyarakat)
Tingkah laku yang Berkaitan dengan Kesehatan 
  • Kebiasaan yang merugikan kesehatan (health impairing habits) yang juga disebut“behavioural pathogens seperti merokok, memakan makanan berlemak, atau
  •  Tingkah laku yang menunjang kesehatan (health-protective behaviours), atau“behavioural immunogens” seperti mengikuti pemeriksaan kesehatan dan mengikuti kegiatan olah raga secara aktif.
Senin, 11 Maret 2013
Posted by Syahrin Kamil
Tag :

LAPORAN MAGANG PROMKES FKM UNHAS 2013 DESA BONE-BONE KEC. BARAKA KAB. ENREKANG


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilannya mengontrol berbagai faktor yang berpengaruh pada kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya (WHO). Menurut Green dan Kreuter (1991), promosi kesehatan adalah kombinasi dari pendidikan kesehatan dan faktor-faktor organisasi, ekonomi, dan lingkungan yang seluruhnya mendukung terciptanya perilaku yang kondusif terhadap kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan perilaku kesehatan menurut Kasl dan Cob (1966) meliputi : perilaku pencegahan, perilaku sakit dan perilaku peran sakit.
Misi dari promosi kesehatan adalah advokasi, mediasi dan pemberdayaan. Advokasi adalah upaya meyakinkan para pengambil kebijakan agar memberikan dukungan berbentuk kebijakan terhadap suatu program. Mediasi adalah upaya mengembangkan jejaring atau kemitraan, lintas program, lintas sektor dan lintas institusi guna menggalang dukungan bagi implementasi program. Adapun pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan kelompok sasaran sehingga kelompok sasaran mampu menganbil tindakan tepat atas berbagai permasalahan yang dialami. 
Kensep pemberdayaan mengemuka sejak dicanangkannya strategi Global WHO tahun 1984, yang ditindaklanjuti dengan rencana aksi dalam piagam Ottawa (1986). Dalam deklarasi tersebut dinyatakan perlu mendorong terciptanya kebijakan berwawasan kesehatan, lingkungan yang mendukung, reorientasi dalam pelayanan kesehatan, keterampilan individu dan gerakan masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Desa Bone-Bone adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Desa Bone-bone merupakan kawasan percontohan untuk daerah/desa tanpa asap rokok yang sudah terkenal baik dalam negeri maupun mancanegara. Desa Bone-bone juga sudah mendapat penghargaan sebagai desa terbaik seluruh Indonesia. Terletak diatas ketinggian 1.500 m/dpl, lingkungannya hijau dan ASRI dengan hawa khas pegunungan yang sejuk dan bersih. Desa Bone-bone diketahui sebagai desa pertama di dunia yang mengeluarkan aturan ketat daerah tanpa rokok bahkan melarang peredaran rokok di wilayahnya (Mae, 2012).
Dari uaraian singkat diatas, maka kami ingin mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pihak pemerintahan di desa tersebut sehingga berhasil menerapkan kawasan tanpa asap rokok.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu untuk mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat yang diterapkan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.
C.    TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat yang diterapkan di Desa Bone-Bone Kabupaten Enrekang.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui latar belakang diterapkannya Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Desa Bone-Bone.
b.      Untuk mengetahui metode yang digunakan terhadap pemberdayaan masyarakat Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
c.       Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi oleh pemerintah setempat terhadap penerapan program pemberdayaan masyarakat Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR).
d.      Untuk mengetahui tanggapan masyarakat desa Bone-Bone terhadap penerapan program pemberdayaan masyarakat (kawasan tanpa asap rokok).
D.    MANFAAT KEGIATAN
1.      Bagi Institusi
Diharapkan dengan adanya kegiatan magang ini, pemerintah setempat dapat meningkatkan kegiatan pemberdayaannya menjadi lebih baik.
2.      Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dapat memberikan informasi terkait sejumlah program kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintahan di Desa Bone-bone yang bertujuan untuk meningkatan derajat kesehatan, sehingga hal tersebut dapat di apresiasi serta di beri dukungan.
3.      Bagi Mahasiswa
Dengan adanya kegiatan ini dapat memberikan pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan kepada mahasiswa terkait dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah berhasil dilaksanakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Pemberdayaan masyarakat ialah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Evi, 2012).
B.     Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Notoatmodjo (2005), tujuan pemberdayaan yaitu Membantu klien memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan dan menetukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi hambatan sosial dalam pengambilan tindakan. Pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuanya, diantaranya melalui pendayagunaan potensi lingkungan. Menurut suyono, paling tidak ada 3 syarat dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu :
1.      Kesadaran, kejelasan serta pengetahuan tentang apa yang akan dilakukan.
2.      Pemahaman yang baik tentang keinginan berbagai pihak (termasuk masyarakat) tentang hal-hal apa, dimana, dan siapa yang akan diberdayakan.
3.      Adanya kemauan dan keterampilan kelompok sasaran untuk menempuh proses pemberdayaan.
C.    Langkah-langkah Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sebagai proses dan sebagai hasil. Sebagai hasil, pemberdayaan masyarakat adalah suatu perubahan yang signifikan dalam aspek sosial politik yang dialami oleh individu dan masyarakat, yang seringkali berlangsung dalam waktu yang cukup panjang, bahkan seringkali lebih dari 7 tahun (Raeburn, 1993 dalan Notoatmodjo, 2005).
Sebagai suatu proses, Jackson (1989), Labonte (1994), dan Rissel (1994) mengatakan pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut, yaitu :
1.      Pemberdayaan personal
2.      Pengembangan kelompok kecil
3.      Pengorganisasian masyarakat
4.      Kemitraan
5.      Aksi sosial dan politik 
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat mempunyai spektrum yang cukup luas, meliputi jenjang sasaran yang diberdayakan (level of objects), kegiatan internal masyarakat/konumitas maupun eksternal berbentuk kemitraan (partnership) dan jejaring (networking) serta dukungan dari atas berbentuk kebijakan politik yang mendukung kelestarian pemberdayaan.
Untuk itu maka pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah :
1.      Merancang keseluruhan program, termasuk didalamnya kerangka waktu kegiatan, ukuran program, serta memberikan perhatian kepada kelompok masyarakat yang terpinggirkan.
2.      Menetapkan tujuan
3.      Memilih strategi pemberdayaan
4.      Implementasi strategi dan manajemen
5.      Evaluasi program

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
A.       RENCANA KEGIATAN
Kegiatan dimulai dengan melakukan pengenalan kepada pemerintah setempat untuk menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan magang. Setelah itu melakukan observasi dan sosialisasi kepada masyarakat dengan tujuan untuk membina keakraban antara peserta magang dengan masyarakat setempat. Kemudian kami mulai melakukan wawancara mendalam kepada pemerintah desa dan masyarakat setempat.
B.        LOKASI KEGIATAN
Kegiatan Magang bertempat di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.
C.       WAKTU KEGIATAN
 Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 5-19 Januari 2013.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    ANALISIS SITUASI UMUM
1.      Keadaan Geografi
Desa Bone-Bone adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi selatan. Desa Bone-Bone Terletak diatas ketinggian 1.500 m/dpl, dengan lingkungan yang hijau, asri dan hawa khas pegunungan yang sejuk dan bersih. Luas wilayahnya adalah ± 9,162 km2, Desa ini terbagi atas 3 dusun yaitu dusun Bungin-Bungin, Buntu Billa dan Pendokesan.
Batas wilayah Desa Bone-Bone adalah sebagai berikut :
1.   Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pepandungan
2.   Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Latimojong
3.   Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kendenan
4.   Sebelah Timur berbatasan dengan Luwu/Kecamatan Bastem
2.      Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Desa Bone-Bone pada tahun 2012 tercatat sebanyak 825 jiwa. Jumlah penduduk untuk laki-laki sebanyak 467 jiwa dan untuk perempuan sebanyak 358 jiwa. Hampir sebagian besar pekerjaan penduduk di desa ini adalah petani, hasil alam terbanyak adalah kopi, padi dan nilam.
3.      Keadaan sosial budaya
Masyarakat di Desa Bone-Bone memiliki rasa sosial dan kekeluargaan yang tinggi, hal ini terlihat adanya kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat. Semua masyarakat di desa ini beragama Islam, adapun orang yang dianggap penting adalah Kepala desa dan tokoh agama.
4.      Status kesehatan
Desa Bone-Bone hanya memiliki satu fasilitas kesehatan yaitu Poskesdes. Berdasarkan data sekunder yang kami peroleh dari Poskesdes, adapun penyakit-penyakit yang ada di desa ini sebagai berikut
Tabel 1.1
Distribusi 10 penyakit tertinggi yang terdapat di Desa Bone-Bone,
Bulan November 2012
JENIS PENYAKIT
JUMLAH PENDERITA

ISPA
11
Hipertensi
1
Commond Cold
5
Rematik
0
Dermatitis Alergi
3
Cepalgia
0
Diare
1
Konjungtivitis
0
Faringitis
0
Gastritis
5
       Sumber : Data Sekunder Poskesdes 2012

Menurut hasil surveilans penyakit di Poskesdes, penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk di desa Bone-Bone pada tahun 2012 adalah ISPA yang jumlah penderitanya sebanyak 11 orang.
B.     HASIL KEGIATAN
Pengumpulan data telah dilaksanakan di Desa Bone-Bone Kec. Baraka Kab. Enrekang pada tanggal 5 – 19 Januari 2013. Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara. Berikut ini dibahas hasil dari pengumpulan data.
1.   Informan
Jumlah informan yang dilakukan wawancara mendalam (indepth interview) sebanyak 19 orang, terdiri dari 3 orang kelompok penggagas peraturan Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR) dan 16 orang warga desa Bone-Bone. Informan berasal dari 3 dusun, 14 orang berasal dari dusun Buntu Billa, 2 orang dari dusun Bungin-Bungin dan 3 orang dari dusun Pendokesan.
2.   Latar Belakang Terbentuknya Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Latar belakang terbentuknya peraturan Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR) tergambar dari hasil wawancara berikut:
“saya melihat orang di kampung, anak-anak umur 6 tahun sudah mulai merokok. ….. Bagaimana kampung bisa maju kalau dari kecil sudah mulai merokok…”

“Sejak tahun 2000 kegiatan mulai dilaksanakan, pada bulan puasa dikumpulkan 8 toma dan disosialisasikan. Kedelapan tokoh masyarakat tersebut terdiri dari drs.indris, Amiruddin, Abd. Wahid,  Aris, Firdaus, Murlin, Alm. M.Tamrin dan Arifin.
Pendidikan :
                  “Tidak akan mungkin terbangun ini desa kalau bukan dari pendidik”
                       Ekonomi :
“Kalau dia merokok tidak akan bertambah ekonominya, maka banyak yang gagal dalam pendidikan”
Kesehatan :
“Saya punya orang tua perokok, batuk-batuk sekali, makanya saya berfikir ada juga pengaruhnya kesehatan”
Agama :
“Memang merokok dalam agama makruh”
                                                                  (Muh.Idris,47 thn, 6 Jan 2013)

Beberapa informan sebagai kelompok penggagas menguraikan tentang terbentuknya kawasan tanpa asap rokok, peraturan tersebut dipelopori oleh 8 orang tokoh masyarakat. Ide ini muncul dengan mengaitkan beberapa aspek yaitu dari aspek pendidikan, ekonomi, kesehatan & agama.
3.      Metode Penyampaian Informasi
Beberapa metode yang digunakan oleh kelompok penggagas dalam menyampaikan informasi tentang bahaya rokok kepada masyarakat, berikut yang diungkap oleh informan :
“Dimana ada kesempatan, setiap ada acara kita selalu menyampaikan hal itu. Setiap acara Gotong royong, Pesta, Bikin rumah dan selalu disampaikan pada saat pengajian di mesjid.
(Muh.Idris,47 thn, 6 Jan 2013)

Isi pesan yang disampaikan :
“Tidak boleh orang tuanya merokok, bagaimana bisa berhasil berhenti merokok anaknya kalau orang tuanya tidak berhenti merokok. Rokok itu mengandung penyakit, karena saya melihat banyak yang batuk-batuk, belum shalat sudah batuk-batuk. Memang tidak ada dalam agama “dilarang merokok”, saya Tanya balik: adakah dalam agama dilarang mencuri kerbau?karena didalam Al-Qur’an ditulis dilarang mencuri, ada dalam Al-Qur’an dilarang menyakiti badan”

(Muh.Idris,47 thn, 6 Jan 2013)
Informan menjelaskan metode penyampaian informasi kepada masyarakat terkait masalah rokok dilakukan disetiap kegiatan, baik itu kegiatan keagamaan, pesta, membangun rumah. 
4.   Tantangan Yang Dihadapi Oleh Pemerintah Setempat Pada Saat Penerapan Program Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Dalam pelaksanaan atau penerapan program pemberdayaan masyarakat Kawasan Tanpa Rokok (KTR), ada tantangan yang didapatkan di lapangan oleh pemangku kebijakan. Berikut yang diungkap oleh informan :
“Tidak ada dukungan dari pihak kabupaten dan kecamatan, melarang merokok adalah melanggar hak asasi, program tidak bisa berjalan tanpa dukungan pemerintah, nanti setelah adanya teguran dari Jakarta baru orang Enrekang dan orang kecamatan mensupport”.

(Muh.Idris,47 thn, 6 Jan 2013)

Pada uraian diatas, terdapat tantangan yang dihadapi oleh pemerintah desa pada saat penerapan kawasan tanpa asap rokok diantaranya kurangnya dukungan dari pemerintah Enrekang tingkat kabupaten dan kecamatan terhadap ide tersebut. Selain itu, tantangan yang lain adalah terkait penerimaan masyarakat desa Bone-Bone terkait peraturan kawasan tanpa asap rokok, berikut ini yang diungkap oleh informan :
“Ini rokok toh, sudah mendarah daging mi dan tidak semudah membalik tangan bahwa langsung dikatakan diterima. Kalau tidak secara agama tidak bisa napahami”
(Arifin,54 thn, 13 Januari 2013)
         
            Dari uraian diatas, informan mengatakan bahwa tidak mudah untuk menyadarkan masyarakat untuk berhenti merokok karena merokok sudah mendarah daging dan butuh waktu yang lama masyarakat mendukung program tersebut, melalui pendekatan agama baru bisa dipahami oleh masyarakat.
5.   Tanggapan Masyarakat Desa Bone-Bone Terhadap Penerapan Program Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Berikut ini yang diuraikan oleh informan :
“Bagus, alasan kesehatan : pas merokok gatal kerongkongan, Ekonomi : banyak yang tidak sekolah karena uangnya dipakai beli rokok. Belum ada peraturan merokok, sudah berhenti sendiri karena sesak nafas”

(Tukan,70 thn, 13 Januari 2013)

Dari uraian diatas informan setuju adanya peraturan kawasan tanpa asap rokok karena berpengaruh dari segi kesehatan dan ekonomi. Dari segi kesehatan, terjadi perubahan pada kerongkongan dan dari segi ekonomi uangnya bisa dipergunakan untuk membiayai sekolah anaknya. Adapun tanggapan ibu rumah tangga terkait peraturan kawasan tanpa asap rokok, berikut uraiannya :
“Adanya aturan merokok banyak sekali manfaatnya,Masalah kesehatan, dulu suami saya batuk-batuk tapi setelah merokok tidak batuk, bagus kalau naik gunung tidak ngos-ngosan dan berat badan bertambah. Masalah ekonomi jadi enteng karena waktu merokok 1 hari semalam 2 bungkus”.
 (Asliah,42 thn, 11 Januari 2013)
Informan tersebut setuju dengan adanya peraturan kawasan tanpa asap rokok karena berpengaruh terhadap masalah kesehatan dan ekonomi. Pengaruhnya terhadap kesehatan suaminya tidak batuk-batuk, bagus kalau naik gurung dan berat badannya bertambah. Pengaruhnya terhadap ekonomi adalah lebih irit. Selain ada yang setuju, ada juga informan yang awalnya tidak setuju pada saat penerapan peraturan kawasan tanpa asap rokok, berikut yang diuraikan oleh informan :
  “Sedikit ada perasaan jengkel kepada kepala dusun, kenapa dilarang merokok?, padahal itu merupakan kebiasaan atau kesenangan kami. Apalagi kalau ada acara kumpul-kumpul dengan teman-teman pasti kita merokok”
(Syarif,27 thn, 9 januari 2013)

Ada informan yang awalnya tidak setuju dengan peraturan kawasan tanpa asap rokok karena menurutnya merokok merupakan suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan.
C.    PEMBAHASAN
1.      Latar Belakang Diterapkannya Kawasan Tanpa Rokok di Desa Bone-Bone.
Menurut Kemenkes (2010), Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok.
KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa baik individu, masyarakat, parlemen, maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR.
Beberapa peraturan telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, sebagai berikut (pusat promkes, 2011) :
a.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
b.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 sampai dengan 116.
c.       Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
e.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
f.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
g.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
h.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.
i.        Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
j.        Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan.
k.      Instruksi Menteri Pedidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang Lingkungan Sekolah Bebas Rokok.
l.        Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/ 1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok.
Tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :
a.       Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
b.      Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.
c.       Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.
d.      Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.
e.       Mewujudkan generasi muda yang sehat.
Desa Bone-Bone merupakan salah satu desa yang menerapkan peraturan kawasan tanpa asap rokok. Peraturan tersebut dibentuk oleh 8 orang penggagas, Berawal dari keprihatinan tokoh masyarakat terhadap perilaku merokok warga di Desa Bone-Bone, warga yang merokok tidak hanya orang tua bahkan anak-anak umur 5-7 tahun sudah mulai merokok.
Tujuan utama mereka adalah untuk pembangunan, pada awalnya mereka mengakaji masalah rokok mulai dari sudut pandang pendidikan, berdasarkan pemikirannya bahwa orang yang merokok tidak akan berhasil dalam pendidikan dan orang yang memiliki pendidikan yang rendah tidak akan mampu membangun dan mengembangkan Desa Bone-Bone. Kedua dari segi ekonomi, mereka befikir bahwa orang yang merokok akan mengeluarkan banyak uang untuk membeli rokok sehingga biaya untuk keperluan pendidikan akan kurang dan akhirnya mereka tidak mampu membiayai sekolah mereka. Ketiga masalah kesehatan, dalam hal ini mereka belum terlalu paham dampak rokok bagi kesehatan, mereka hanya mengganggap secara umum bahwa orang yang merokok akan terganggu pada kesehatannya dan berpengaruh terhadap aktivitasnya sehari-hari. Keempat masalah agama, mereka mengatakan bahwa merokok adalah haram karena menyakiti badan.
Pada tahun 2005 berita tentang Desa Bone-Bone yang melarang masyarakatnya merokok dimuat pada media cetak (Koran) dimana pada saat itu masyarakat Bone-Bone juga sudah kurang yang merokok. Melalui berita tersebut akhirnya pada awal tahun 2006 pemerintah pusat (promosi kesehatan pusat) mengetahui adanya peraturan kawasan tanpa asap rokok di desa Bone-Bone. Pada tahun 2007 kepala desa selaku penggagas peraturan dipanggil oleh pemerintah ke Jakarta. Kemudian pada tahun 2009 diterbitkan peraturan desa tentang kawasan tanpa asap rokok.
2.      Metode Yang Digunakan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Saluran-saluran komunikasi bagi masyarakat pedesaan, meliputi (1) penggunaan media massa, (2) penggunaan komunikasi interpersonal dan (3) penggunaan media forum. Dalam penggunaan media massa, menurut Rogers (dalam Mappeaty, 2011) saluran-saluran komunikasi adalah cara bagaimana pesan itu bergerak dari sumber ke penerima. Saluran itu merupakan sarana untuk menerima pesan dari seseorang atau lembaga. Selain itu, saluran komunikasi dapat pula berarti strategi, kalau sumber, pesan dan penerimanya sudah tertentu. Penggunaan komunikasi interpersonal adalah saluran yang melibatkan pertemuan tatap-muka antara dua orang atau lebih, misalnya antara sumber dan penerima.
Saluran interpersonal, menurut Havelock efektif di dalam melakukan perubahan atas sikap yang melekat kuat pada diri anggota masyarakat. Arus pesan cenderung dua arah “two-way transmission processes, di mana umpan balik terjadi. Sedangkan penggunaan media forum adalah penggabungan antara saluran komunikasi media massa dengan saluran komunikasi interpersonal merupakan cara yang sangat effektif dalam memperkenalkan idea-idea baru dan memengaruhi masyarakat agar menggunakan idea-idea tersebut. Komunikasi dan perubahan sosial dalam Rogers digambarkan model komunikasi S-M-C-R-. Faktor- Faktor komunikasi meliputi suatu pesan (M) yang diberikan kepada seseorang (R) melalui saluran komunikasi (C) dari seseorang yang bertindak sebagai (S). Penerimaan pesan itu mengakibatkan berubahnya perilaku merokok menjadi berhenti merokok.
1. Sumber
2. Pesan
3. Saluran
4. Penerima, kemudian ditambahkan
5. Akibat komunikasi,
Bagaimana proses komunikasi yang mampu memengaruhi individu menggunakan, mempertahankan, atau menghindari perilaku tertentu, tergantung pada kuatnya informasi yang didapat oleh penerima (Mappeaty, 2011)
Kurt Lewin (dalam Mappeaty, 2011), menggagas teori medan dengan menyatakan bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restraining forces). Jadi diperlukan 3 cara mengefektifkan perubahan perilaku:
1.      memperkuat “driving forces” dengan menggalakkan pendidikan, penyuluhan, bahkan peraturan dan perundang-undangan.
2.      mereduksi “restraining forces” dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah sendiri. Dengan ikut sertanya masyarakat dalam kegiatan pemecahan masalah akan dapat mengurangi kekuatan-kekuatan penahan yang ada pada diri mereka.
3.      kombinasi keduanya, dengan melakukan pendidikan, melalui penyuluhan, khotbah, ceramah agama, disamping itu juga melibatkan warga masyarakat dalam upaya mengatasi masalah merokok mereka.”
Hal tersebut di atas sejalan dengan metode yang digunakan oleh otoriter yang ada di desa Bone-Bone, dalam hal ini adalah penggagas peraturan. Metode yang digunakan oleh penggagas dalam memberikan informasi tentang bahaya rokok kepada masyarakat adalah dengan melakukan ceramah pada setiap kesempatan baik itu pada saat pengajian, pesta, kegiatan gotong royong dll.
Selain itu informasi-informasi yang diberikan selalu mempunyai landasan yang kuat, yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Hal inilah yang menjadi acuan mengapa perilaku masyarakat Bone-Bone bisa berubah atau mengarah ke hal yang lebih baik. Apalagi masyarakat Bone-Bone adalah penganut agama Islam yang taat.
3.      Tantangan yang Dihadapi Oleh Pemerintah Setempat Pada Saat Penerapan Program Pemberdayaan Masyarakat (Kawasan Tanpa Rokok).
Dalam teori pengambilan keputusan ada yang disesbut dengan Teori Rasional Komprehensif (The Rational Comprehensive Theory). Teori ini sangat mengandalkan pembuatan keputusan secara rasional yang disebut Teori Rasional Komprehensif, yang secara ringkas oleh Anderson (1979:8) diuraikan sebagai berikut:
1.      pengambil keputusan dihadapkan kepada suatu masalah tertentu yang terpisah dari masalah-masalah lainnya, atau paling tidak, dapat diperbandingkan dengan masalah-masalah lainnya;
2.      Tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan target-target diperjelas, dan disusun secara berurutan sesuai dengan derajat pentingnya;
3.      Pelbagai alternatif untuk memecahkan masalah, diuji;
4.      Seluruh konsekuensi (beaya dan manfaat) dari setiap pilihan alternatif, dicari;
5.      Setiap alternatif beserta konsekuensinya, diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya; dan
6.      Pengambil keputusan memilih alternatif yang dapat memaksimalkan pencaian tujuan, nilai dan target.
Keenam kegiatan tersebut, dimaksudkan untuk membuat keputusan secara rasional. Karenanya, setiap pembuat kebijakan harus mengikuti tata aliran (sequence) ke enam kegiatan itu (Rofiek, 2010).
Dari penjelasan teori tersebut, pemangku kebijakan yang ada di Desa Bone-Bone telah menjalankan dan mempertimbangkan dampak baik dan buruknya dari peraturan tersebut. Namun, dalam sebuah komunitas masyarakat tentunya ada yang pro dan ada yang kontra dalam memandang sebuah kebijakan baru. Hal ini terbukti ketika Kepala Desa Bone-Bone ingin membuat dan menetapkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Bukan hanya masyarakat yang ada di tempat tersebut yang menolak. Tetapi, pihak Kecamatan dan Kabupaten pun tidak merespon niat baik para penggagas peraturan tersebut. Pihak kecamatan dan kabupaten tidak merespon hal tersebut dengan asumsi bahwa susah melarang orang meokok dan hal itu melanggar hak asasi. Sedangkan masyarakat yang menolak peraturan tersebut mempunyai pemikiran bahwa mereka para penggagas peraturan telah menodai hak asasi mereka, karena merokok adalah kebiasaan mereka secara turun-temurun.
4.      Tanggapan Masyarakat Desa Bone-Bone Terhadap Penerapan Program Pemberdayaan Masyarakat (Kawasan Tanpa Rokok).
Terkait peraturan kawasan tanpa asap rokok, tanggapan masyarakat tentang peraturan bermacam-macam. Ada masyarakat yang setuju dan ada juga masyarakat yang tidak setuju dengan peraturan tersebut. Alasan masyarakat setuju karena berpengaruh terhadap masalah ekonomi dan kesehatan, sedangkan alasan masyarakat yang tidak setuju adalah karena mereka sudah terbiasa merokok sehingga susah bagi mereka untuk berhenti merokok.
Hal tersebut di atas menggambarkan bahwa dalam penetapan sebuah kebijakan mutlak ada pro dan kontra dari masyarakat. Selain itu, tanggapan masyarakat hanya focus pada segi ekonomi bukan pada sisi kesehatan. Artinya bahwa masyarakat berhenti merokok bukan karena merusak kesehatan tetapi karena berdampak pada ekonomi. Hal ini diakibatkan masih kurangnya asupan-asupan edukasi tentang kesehatan khususnya dampak buruk merokk bagi kesehatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Peraturan KTR berawal dari keprihatinan Kepala Desa terhadap generasi muda Desa Bone-Bone, dimana anak-anak usia 6 tahun sudah mulai merokok. Kepala Desa berasumsi bahwa seorang perokok tidak akan berhasil dalam menempuh pendidikan dan tanpa pendidikan Bone-Bone tidak akan berkembang. Metode yang digunakan oleh penggagas dalam memberikan informasi tentang bahaya rokok kepada masyarakat adalah dengan melakukan ceramah pada setiap kesempatan baik itu pada saat pengajian, pesta, kegiatan gotong royong dll. Dalam pelaksanaan perdes ada beberapa tantangan diantaranya tidak adanya respon dari pemerintah kecamatan dan kabupaten serta adanya perlawanan dari masyarakat. Tapi, pada akhirnya masyarakat setuju dengan adanya perdes tersebut, karena masayarakat bias merasakan manfaat positifnya.
B.     SARAN
1.      Diharapkan peraturan KTR di Desa Bone-Bone bisa berlangsung sampai kapanpun dan menjadi bahan masukan bagi daerah lain agar bisa menerapkan peraturan sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Desa Bone-Bone.
2.      Untuk pengelola Magang, baiknya kembali memperbaharui system yang ada. Khusunya penempatan lokasi magang antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
  
DAFTAR PUSTAKA
Evi,2012.Pemberdayaan Masyarakat http:// hevyp3alov24.blogspot.com /2012/ 04/ pemberdayaan-masyarakat.html diakses 22 november 2012.
Mae,2012. Bone-bone Enrekang desa pertama di dunia yang mengharamkan rokok. http://www.kabarkami.com/bone-bone-enrekang-desa-pertama-didunia-yang-meng haramkan - rokok.  html diakses 22 november 2012.
Mappeaty, 2011. Masjid nurul huda; Lahirnya kesepakatan warga bone-bone Berhenti merokok. Jurnal Al-Qalam. Vol. 1 Nomor 1 Januari - Juni 2011
Pusat promkes, 2011. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Kementerian Kesehatan.Republik Indonesia.
Rofiek, Erwin. 2010. Rasionalisme Dalam Proses Kebijakan Publik. http://fisip.untagsmg.ac.id/mimbar-administrasi/103?task=view diakses 23 Januari 2013.
Soekidjo Notoatmodjo.2005.Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Pt Rineka Cipta.Jakarta.

Selasa, 05 Maret 2013
Posted by Syahrin Kamil
Tag :

Popular Post

Blogger templates

Labels

Daftar Blog Saya

Sample text

Welcome

Hits Counter

Labels

Blogroll

http://www.facebook.com/syahrin.kamil/photos_albums

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons

Social Icons

About Me

Foto Saya
Syahrin Kamil
Lihat profil lengkapku

Followers

Popular Posts

Postingan Populer

Featured Posts

- Copyright © ''Promosi Kesehatan'' -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -